KOTA MALANG - Kolaborasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) dengan Fakultas Teknik (FT) menciptakan inovasi alat deteksi dini kanker rongga mulut dengan metode fluorescence visualization terintegrasi IOT dilengkapi sterilisator ozone plasma bernama Telesphorus.
Di bawah bimbingan dr. Thareq Barasabha, M.T (dosen teknobiomedik FK), tim yang terdiri dari Imelia Arifatus Sani (FKG), Oliresianela (FKG), Jeremy Kartika Soeryono (FKG), I Made Ananta Wiragunawan (FT), dan Mochammad Rofi Sanjaya (FT) berhasil memperoleh pendanaan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2022 bidang Karsa Cipta yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Pendidikan Kebudayaan.
Ketua tim Imelia Arifatus Sani, Jumat (19/8/2022) menyampaikan, ide tersebut berawal dari kepedulian tim terhadap kasus kanker rongga mulut di Indonesia yang jumlahnya masih sangat tinggi.
Jumlah kasus kanker rongga mulut di Indonesia mencapai 14.197 kasus pada 2015 hingga 2020 dengan jumlah kasus baru di 2020. Bahkan, dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merenggut 3.087 nyawa di Indonesia di tahun tersebut.
“Selama ini, keterlambatan penanganan kanker rongga mulut disebabkan pada stadium awal, gejala kanker tidak terlihat dan cenderung diabaikan. Padahal, screening kanker rongga mulut sejak dini dapat menurunkan angka mortalitas hingga 80-90%, ” ujar salah satu anggota tim, Oliresianela.
Kelima mahasiswa itu memulai proyek ini sejak Juni 2022. Dengan adanya inovasi alat deteksi dini kanker rongga mulut ini diharapkan dapat memberikan prognosis yang baik bagi pasien yang terkonfirmasi kanker rongga mulut sejak awal.
telesphorus
Baca juga:
Peminat SNMPTN UB 2022 Sebanyak 40.094
|
“Melalui inovasi ini, kami berharap dapat membantu screening dini kanker rongga mulut sehingga mampu meningkatkan kelangsungan hidup pasien, ” ujar salah satu anggota tim, Rofi.
Pada alat deteksi dini ini, terdapat dua sistem pada alat yakni sistem deteksi dan sistem sterilisasi. Setelah alat digunakan selanjutnya, alat disterilisasi dengan menggunakan sistem sterilisasi sehingga tidak terjadi kontaminasi silang antarpasien.
Selain itu, sistem juga dilengkapi sistem cerdas yang mampu menyimpan data hasil screening untuk dikirimkan ke dokter gigi spesialis guna memperoleh pemeriksaan lebih lanjut dan diagnosis utama. Inovasi ini juga diharapkan mampu mengatasi jumlah dokter gigi spesialis yang terbatas di beberapa daerah di Indonesia seperti Gorontalo, NTT, dan Maluku Utara, bahkan nihil di Papua Barat.
“Dengan berbasis teledentistry, alat ini mampu menyimpan hasil screening melalui sistem cerdas, selanjutnya dapat dikirimkan ke dokter gigi spesialis, ” pungkas salah satu anggota tim, Jeremy.
Ananta menambahkan, alat ini juga memiliki beberapa keunggulan antara lain mudah digunakan, konsumsi daya rendah, pemeriksaan lebih akurat, dan desain portable. (*)